Daerahsurvey mencangkup 15 pasar tradisional yaitu Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Grosir Ngronggo dan Bandar. Responden yang diwawancarai pada saat survey adalah pedagang sayur yang menjual sayuran lokal.
IbuMasdawati, salah seorang penjual sayuran dan bumbu dapur yang ada di Pasar Baru Sentani mengatakan, kenaikan harga mencapai 40 sampai 50% dari harga sebelum terjadinya bencana banjir di Kabupaten Keerom . "Ya boleh dibilang naiknya antara 40 sampai 50% dari harga sebelumnya," kata Masdawati, ketika di temui di Pasar Baru Sentani, Selasa
Pasaryang dibangun dengan konsep modern, 4 lantai ini terletak di Jalan Percetakan, salah satu jalan protokol di Kota Jayapura. Pasar Mama-Mama Papua menjadi bukti pemerintah dalam upaya mendukung pemberdayaan perempuan di Papua, khususnya pada bidang ekonomi kerakyatan. Pasar yang dibangun pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo periode
Ini rawan longsor maka kita harus edukasi kepada mereka (masyarakat). Kemudian daerah sekitar pegunungan karena seluruh wilayah di sekitar pegunungan itu rawan longsor termasuk di sekitar Soloraya karena ada Gunung Lawu dan beberapa daerah rawan longsor," katanya. Pemetaan juga mengarah pada daerah-daerah yang lebih rendah.
Pasartradisional yang sejuk dan berbagai jenis sayur mayur serta buah2an yg segar alami dikelilingi pemandangan pegunungan yg indah. melaporkan menjawab. Prima. 0. 21 September 2019 4:19. Pasar yang menjual buah dan sayur segar dengan harga terjangkau. Tempat yang bersih. tersedia banyak pilihan baik baju dan juga buah-buahan yang tumbuh
RCgxYA. Sayuran indijenes memegang peranan penting dalam pertanian dan konsumsinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya restaurant-restauran Sunda. Kemangi merupakan sayuran yang potensial dalam kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan petani di perdesaan dan meningkatkan gizi keluarga. Tanaman ini mudah ditanam dan hanya memerlukan input eksternal yang rendah, dibandingkan dengan sayuran eksotis. Namun, meskipun tanaman ini penting, kemangi tidak cukup berorientasi pasar karena kecilnya daya saing petani dan terbatasnya produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi. Data dikumpulkan dari 42 orang petani kemangi di Kecamatan Kadudampit Desa Undruswinangun dan Sukamaju yang diambil secara acak sederhana simple random sampling, dan 29 orang pedagang yang diambil secara snowball sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah pangsa pasar, konsentrasi pasar CR, HHI Herfindal-Hirscman Index, karakteristik produk, dan hambatan masuk pasar. Hasil penelitian menemukan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar dengan angka Concentration Ratio CR4 sebesar 81%. Nilai Herfindahl-Hirscman-Index sebesar 0,17 menunjukkan struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Nilai MES yang diperoleh di atas nol MES>0 menunjukkan terdapat hambatan masuk pasar, dan karakteristik sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Untuk meningkatkan posisi tawar petani, disarankan untuk membentuk kelompok tani kemangi, dan petani aktif mencari informasi kunci Indijenes, Herfindal-Hirscman Index, Oligopoly. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 STRUKTUR PASAR SAYURAN KEMANGI DI PASAR TRADISIONAL W. Nahraeni1a, A. Rahayu2, A. Yoesdiarti1 dan IA. Kulsum1 1Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor 2Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor Jl. Tol Ciawi No 1 Universitas Djuanda Bogor Kode Pos 16720 aKorespondensi Wini Nahraeni. Telp 08129682305; E-mail ABSTRAK Sayuran indijenes memegang peranan penting dalam pertanian dan konsumsinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya restaurant-restauran Sunda. Kemangi merupakan sayuran yang potensial dalam kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan petani di perdesaan dan meningkatkan gizi keluarga. Tanaman ini mudah ditanam dan hanya memerlukan input eksternal yang rendah, dibandingkan dengan sayuran eksotis. Namun, meskipun tanaman ini penting, kemangi tidak cukup berorientasi pasar karena kecilnya daya saing petani dan terbatasnya produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi. Data dikumpulkan dari 42 orang petani kemangi di Kecamatan Kadudampit Desa Undruswinangun dan Sukamaju yang diambil secara acak sederhana simple random sampling, dan 29 orang pedagang yang diambil secara snowball sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah pangsa pasar, konsentrasi pasar CR, HHI Herfindal-Hirscman Index, karakteristik produk, dan hambatan masuk pasar. Hasil penelitian menemukan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar dengan angka Concentration Ratio CR4 sebesar 81%. Nilai Herfindahl-Hirscman-Index sebesar 0,17 menunjukkan struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Nilai MES yang diperoleh di atas nol MES>0 menunjukkan terdapat hambatan masuk pasar, dan karakteristik sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Untuk meningkatkan posisi tawar petani, disarankan untuk membentuk kelompok tani kemangi, dan petani aktif mencari informasi pasar. Kata kunci Indijenes, Herfindal-Hirscman Index, Oligopoly. PENDAHULUAN Peluang pengembangan sayuran indijenes memiliki prospek yang baik, seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya restaurant- restauran Sunda. Tanaman indijenes mudah ditanam, toleran terhadap berbagai kondisi tanah dan iklim, resisten terhadap hama dan penyakit dan dapat menambah pendapatan keluarga. Selain itu tanaman indijenes mampu tumbuh dengan input eksternal yang rendah 1 Upaya pengembangan sayuran indijines juga dilakukan sebagai alternatif sumber mikronutrien zat berkhasiat murah dan sekaligus memperkuat basis ketahanan pangan 2 Kemangi merupakan salah satu jenis sayuran indijenes yang mempunyai banyak manfaat dan permintaannya relatif lebih besar dari sayuran indijenes lainnya. Salah satu sentra produksi kemangi di Kabupaten Sukabumi adalah Kecamatan Kadudampit. Meskipun kemangi ini cukup berkontribunsi terhadap pendapatan, namun petani belum berorientasi pasar. Proses pemasaran kemangi mempunyai keunikan, di antaranya fluktuasi harga yang relatif stabil, dan cara menjual berbeda dengan sayuran pada umumnya sebab kemangi dijual per gabung, per ikat, hingga per gantil jika sudah sampai ke tingkat pedagang keliling. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan harga yang relatif tinggi dari pedagang pengumpul sampai pedagang eceran. Selain itu terbatasnya akses petani ke pasar, informasi pasar yang kurang, dan skala usaha yang relatif kecil menjadikan dukungan yang ditawarkan terbatas. Struktur pasar adalah penggolongan pasar berdasarkan strukturnya yang dapat dilihat dari jumlah produsen dan konsumen, karakteristik produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar, dan ada tidaknya informasi pasar Case and Fair 2012, Pindyct dan Rubinfield 2009. Dengan mengetahui struktur pasar, maka dapat dilihat apakah pasar mengarah ke pasar persaingan sempurna perfect market atau persaingan tidak sempurna imperfect market. Studi yang dilakukan oleh Kirsten 2010 menyatakan bahwa akses ke pasar merupakan factor penting untuk meningkatkan kinerja petani skala kecil di negara berkembang. Sementara itu penelitian Erwidodo 2013 menyatakan bahwa struktur pasar kentang, bawang merah dan kubis adalah pasar persaingan sempurna, yang dicirikan oleh banyaknya pembeli dan penjual dan pembeli secara perorangan tidak dapat sesukanya menentukan harga di pasar. Penelitian struktur pasar sayuran indijenes khususnya kemangi relatif terbatas, oleh karena itu penelitian struktur pasar sayuran kemangi perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani. Pasar adalah penghubung antara produsen dan konsumen, tanpa pasar petani tidak akan memiliki insentif untuk terlibat dalam produksi tanaman kemangi. Dalam memasarkan produknya, petani di Kecamatan Kadudampit masih belum berorientasi pasar. Hal ini terlihat dari kurangnya partisipasi mereka dalam memasarkan kemanginya dan masih beroperasi pada kondisi yang homogen, sehingga posisi tawar menjadi rendah. Petani hanya menerima harga yang ditawarkan para pedagang pengumpul karena kurangnya informasi pasar. Pertanyaannya adalah bagaimana struktur pasar yang ada dapat mempengaruhi harga pada berbagai lembaga dalam rantai pemasaran? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit Sukabumi Jawa Barat. BAHAN DAN METODE Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan di Kecamatan Kadudampit pada bulan April sampai Mei 2017. Desa Sukamaju dan Desa Undrus Binangun dipilih sebagai sampel desa. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja purposive, dengan pertimbangan kedua desa tersebut merupakan sentra produksi kemangi di Kabupaten Sukabumi. Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan petani sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana simple random sampling, dengan jumlah petani yang diambil sebagai sampel sebanyak 42 orang. Pengambilan responden pedagang dilakuka dengan metode snowball sampling Jumlah pedagang yang diambil responden sebanyak 29 orang, yang terdiri atas 6 pedagang pengumpul desa, 6 pedagang besar dan 17 pedagang pengecer. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner yang telah ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diambil dari BPS, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jurnal dan literatur lainnya. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif, dan diolah dengan menggunakan excel dan SPSS 21. Beberapa alat analisis struktur pasar adalah 1. Pangsa Pasar Pangsa pasar digunakan untuk mengetahui seberapa besar cakupan suatu industri di pasaran. Pangsa pasar dapat diukur dengan menggunakan rumus Dahl, Hammond. 1977 Market Share MS = Si / ST Keterangan MS = 0 â 100 %; Si = Penjualan pedagang pengumpul terbesar ke i ST = Penjualan total sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. 2. Konsentrasi Pasar Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri Baye, 2010. Konsentrasi pasar dapat diukur dengan rumus Keterangan CR4 = Tingkat Konsetrasi Pasar Wi = Si/ ST ; I = 1,2,3,4 3. HHI Herfdinal-Hirscman Index Selain menggunakan persamaan 2, konsentrasi pasar dapat dihitung dengan menggunakan HHI Herfdinal-Hirscman Index. HHI merupakan penjumlahan kuadrat dari pangsa pasar petani dalam suatu industri dikalikan dengan Adapun perhitungan HHI yaitu HHI = Æ© wi2 Keterangan HHI = Herfindahl Hirschman Index; wi2 = Pangsa pasar 4. Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dianalisis dengan menggunakan Minimun Effisiency Scale MES Wahyuningsih, 2013. Nilai MES dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan hasil penelitian, dari 42 orang petani sampel, sebagian besar petani 33% berada pada kelompok umur antara 51-60 tahun, 86% petani berjenis kelamin laki-laki, berpendidikan SD /sederajat 55%, pengalaman berusaha tani sekitar 10 tahun lebih 81%, sedangkan pengalaman usahatani sayuran indigenous khususnya kemangi, sebagian besar petani mempunyai pengalaman berusahatani 1 â 5 tahun 50%. Berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, persentase terbesar yaitu sebanyak 48% mempunyai jumlah tanggungan keluarga 0 sampai 2 orang dan 3 sampai 5 orang. CR4 = S1 + S2 + S3 + S4 / ST atau Karakteristik Responden Pedagang Lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul desa PPD, pedagang besar PD dan pengecer. Berdasarkan umur, sebagian besar 83% PPD berumur antara 20-40 tahun, hampir sama dengan pedagang besar PB, namun umur pengecer sebagian besar berumur lebih dari 40 tahun. PB dan pengecer mempunyai pengalaman berdagang 6-10 tahun 33,3% dan 35,3%, sedangkan sebagian besar PPD mempunyai pengalaman berdagang 11-15 tahun. Tingkat pendidikan PPD sangat bervariasi yaitu tamat Sekolah Dasar SD 4 orang, tamat SLTP/sederajat 1 orang, dan tamat SLTA/sederajat 1 orang, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rata-rata pedagang pengumpul desa adalah tamat Sekolah Dasar SD yaitu sebesar 66,7%. Tabel 1 Karakteristik Lembaga Pemasaran di Kecamatan Kadudampit, 2017 Pengalaman Berdagang Tahun Pengalaman Berdagang Sayuran Indigenous Tahun Sebagai Pekerjaan Sampingan Jumlah Tanggungan Keluarga Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Berdasarkan jenis pekerjaan, baik PPD maupun PB menyatakan bahwa berdagang sayuran merupakan pekerjaan utama 100%, namun 11,8% pendagang pengecer menyatakan sebagai pekerjaan sampingan, kedua sampel tersebut memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang ayam potong dan es. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian menjadi sektor yang memiliki andil besar dalam membangun perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Market Structure Struktur Pasar Konsentrasi Pasar Perhitungan konsentrasi pasar atau market concentration CR dilakukan pada pedagang pengumpul di tingkat dusun atau desa Wahyuningsih, 2013. Tabel 2 menyajikan volume penjualan pedagang pengumpul desa sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. Tabel 2. Volume Penjualan Kemangi di Seluruh Pedagang Pengumpul Desa Kecamatan Kadudampit, 2017 Pedagang Pengumpul Desa PDD Total penjualan seluruh PDD Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan nilai CR4 pedagang pengumpul desa sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit tahun 2017 diperoleh angka 81%, angka ini menujukkan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar . Tabel 3. Volume Penjualan, Pangsa pasar, dan Rasio Empat Pedagang Pengumpul Desa CR4 untuk Periode Produksi Kemangi selama Enam Bulan di Kecamatan kadudampit, 2017 Menurut Baye 2010 nilai CR4 yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa pasar terkonsentrasi, artinya lebih sedikit jumlah penjual dibandingkan jumlah pembeli. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat persaingan yang kecil antar pedagang. Di daerah penelitian, hal ini disebabkan oleh eratnya hubungan langganan antara penjual dan pembeli. Perhitungan konsentrasi pasar dilakukan juga menggunakan Herfindahl-Hirscman-Index HHI. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai HHI yang diperoleh dalam pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit lebih besar dari 0, artinya bahwa pasar terkonsentrasi, hal ini sesuai dengan pendapat Baye 2010, jika nilai HHI 0, maka terdapat perusahaan-perusahaan dalam industri yang sangat kecil. Namun, jika nilai di atas 0 hingga 10 000 > mengindikasikan bahwa pangsa pasarnya bernilai 1, artinya CR berada pada sedikit persaingan untuk menjual ke konsumen pasar terkonsentrasi. Tabel 4. Perhitungan Herfindahl-Hirscman-Index di Kecamatan kadudampit Tahun 2017 Struktur pasar yang terbentuk dari pemasaran sayuran kemangi di tingkat pedagang pengumpul desa di Kecamatan Kadudampit cenderung bersifat oligopoli, yaitu pasar dengan beberapa penjual. Hal ini sesuai dengan pendapat Kohls dan Uhl 2002 yang menyatakan bahwa apabila nilai CR4 perusahaan terbesar lebih dari 50 persen >50%, maka struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Indiastuti 2011 memperkuat bahwa ada 6 kategori pasar berdasarkan tingkat persaingan yang diindikasikan oleh penguasaan pangsa pasar yaitu 1. Pure Monopoly, satu perusahaan menguasai pangsa pasar 100 %. 2. Dominant Firm, satu perusahaan menguasai 40-99 %. 3. Tight Oligopoly, empat perusahaan menguasai pangsa pasar lebih dari 60 %. 4. Loose Oligopoly, empat perusahaan menguasai pangsa pasar kurang dari 60 %. 5. Monopolistic Competition, banyak perusahaan bersaing dengan masing-masing memiliki market power yang tidak sama. 6. Pure Competition, banyak perusahaan bersaing dengan masing-masing tidak memiliki market power. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa petani kemangi cenderung bertindak sebagai penerima harga price taker dan posisi tawar bergainning position petani lemah atau kurang memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual kemangi. Sedikitnya jumlah pembeli dan semakin terkonsentrasi distribusi pembelian produk, maka semakin tinggi kekuatan pasar yang dimiliki oleh pembeli, sehingga pembeli berperan besar dalam penentuan harga. Atau dapat pula dikatakan semakin sedikit jumlah penjual dibandingkan jumlah pembeli, semakin terkonsentrasi distribusi penjualan produk, maka semakin tinggi pula kekuatan pasar yang dimiliki oleh penjual, dalam keadaan ini penjual berperan besar dalam penentuan harga. Hal ini berarti petani berada pada posisi yang lemah karena petani bertindak sebagai price taker. Pada pemasaran sayuran indigenous kemangi di Kecamatan Kadudampit, kekuatan petani dalam menentukan harga jual cenderung lemah, sebab petani hanya menerima harga price taker yang dibayarkan oleh pembeli PPD, PB, Pengecer setelah kemangi berhasil dipasarkan, sedangkan informasi harga yang diperoleh hanya berupa informasi yang berasal langsung dari mulut pembeli bukan informasi yang berasal dari pasar, oleh karenanya besar kemungkinan Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 terjadinya kepalsuan informasi terutama informasi harga. Ketiadaan lembaga penunjang kegiatan pertanian seperti kelompok tani atau terminal agribisnis semakin lemah penyampaian informasi ke petani. Hambatan Masuk Pasar Menurut keterangan para pedagang pengumpul di Kecamatan Kadudampit, hambatan yang banyak dihadapi dalam memasarakan kemangi adalah banyaknya pedagang yang membeli langsung dari petani baik sesama pedagang pengumpul, pedagang besar, atau pedagang pengecer, sehingga pedagang pengumpul desa yang telah ada bersaing dalam mendapatkan suplai kemangi dari petani ataupun menjual kepada konsumen. Keadaan demikian akan berdampak pada harga yang diterima oleh petani. Hambatan masuk pasar dihitung dengan menggunakan MES Minumum Efficiency Scale MES. Jika nilai MES lebih besar dari 10 persen, mengindikasikan bahwa terdapat hambatan masuk pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. Jika hambatan masuk tinggi, maka tingkat persaingannya sangat rendah, dan pasar berada pada kondisi kurang efisien Jaya, 2001. Tabel 5. Nilai MES Pemasaran Sayuran Indgenous Kemangi di Kecamatan Kadudampit, 2017 Berdasarkan hasil analisis nilai MES pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit di semua tingkat lembaga pemasaran mempunyai nilai lebih dari 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan masuk pasar pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit sehingga tidak mudah bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Sulitnya masuk pasar ini disebabkan oleh kuatnya ikatan antara petani dan pedagang pengumpul desa sebagai langganan. Kuatnya ikatan tersebut disebabkan adanya ikatan modal antara petani dengan pedagang pengumpul desa, dan kuatnya ikatan hubungan kekeluargaan atau tetangga. Besarnya nilai MES yang dihasilkan berbeda antara MES yang dihasilkan di tingkat pedagang pengumpul desa, di tingkat pedagang besar, dan di tingkat pedagang pengecer, hal ini disebabkan adanya perbedaan hambatan untuk masuk pasar pada masing-masing tingkatan. Nilai MES terbesar diperoleh pada tingkat pedagang besar, sebab menjadi pedagang besar selain hambatan yang telah disebutkan, terdapat hambatan modal yang cukup besar. Modal ini digunakan untuk membeli hasil panen petani dan operasional dalam pemasaran, karena volume penjualan pedagang besar relatif lebih besar dibandingkan pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer. Hal ini juga berdampak pada biaya yang dikeluarkan relatif lebih besar pula sehingga akan mempengaruhi kemampuan pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Nilai MES terkecil diperoleh pada tingkat pedagang pengecer, sebab di tingkat pedagang pengecer hambatan masuk pasar relatif lebih ringan. Hambatan masuk pasar di tingkat pedagang pengecer sama halnya dengan hambatan di tingkat pedagang pengumpul dan di tingkat pedagang pengecer, akan tetapi ikatan penjual dan pembeli di tingkat pedagang pengecer relatif lebih renggang karena pembeli di pasar bebas memilih melakukan pembelian dengan pedagang pengecer mana pun, namun ada pula sebagian yang melakukan ikatan langganan. Akan tetapi di tingkat pedagang pengecer, volume yang dijual tidak dapat sebesar volume penjual di tingkat pedagang pengumpul desa dan di tingkat pedagang besar, sebab pedagang pengecer menjual langsung kepada konsumen dan pembelian konsumen biasanya lebih sedikit. Hambatan masuk pasar lainnya pada setiap tingkatan lembaga pemasaran adalah berlakunya sistem pembayaran tunda bayar atau bayar kemudian. Pembayaran dengan sistem ini akan menunda perputaran modal yang digunakan dalam usaha terkecuali pemilik modal besar yang dapat menggulirkan modalnya setiap saat. Tertunda atau berkurangnya perguliran modal usaha oleh setiap tingkatan lembaga pemasaran ini akan mengurangi kinerja setiap kegiatan pemasaran, sebagai contoh modal dalam pembelian saprotan, ketika pembayaran ditunda, maka petani akan meminjam modal kepada pihak lain seperti toko saprotan, dan ketika pembayaran dilakukan harga yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan sehingga penerimaan petani berkurang. Karakteristik Produk Produk yang dihasilkan pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Sukirno 2002, menyebutkan ciri-ciri pasar oligopoly adalah barang yang dihasilkan bersifat homogen atau berbeda corak terdiferensiasi, kekuasaan menentukan harga adakalanya lemah dan adakalanya kuat, pada umumnya perusahaan melakukan promosi dengan iklan. Nuhfil 2009, menyatakan pasar dalam keadaan produk yang dihasilkan bersifat homogen ini dinamakan oligopoli murni pure oligopoly dan apabila produk yang dihasilkan tidak homogen maka pasar dinamakan oligopoli yang dibedakan differentiated oligopoly. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Struktur pasar yang terbentuk dari pemasaran sayuran indigenous kemangi di Kecamatan Kadudampit cenderung mengarah kepada oligopoli. Pasar sayuran kemangi terkonsentrasi dengan persaingan yang cukup tinggi, dengan besarnya nilai CR4 0,81 mendekati 1 dan nilai HHI sebesar di atas 0 hingga 10 000 serta nilai MES seluruh tingkatan lembaga pemasaran lebih besar dari 10 persen. Terdapat hambatan masuk pasar bagi pesaing baru. Karakteristik produk yang diperjualbelikan bersifat homogen. Implikasi Kebijakan Untuk memperkuat posisi tawar petani diharapkan terminal-terminal agribisnis atau kelompok tani dihidupkan dan dikembangkan. Posisi tawar petani yang kuat dapat meningkatkan harga kemangi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan petani kemangi. DAFTAR PUSTAKA Asmayanti. 2012. Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah Capsicum frustescens di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Bogor. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2015. Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok di Pasar Domestik dan Internasional. Diakses pada 28 Februari 2017. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Jawa Barat dalam Angka. Diakses pada 13 Desember 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2014. Jawa Barat dalam Angka. Diakses pada 13 Desember 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2016. Kecamatan Kadudampit dalam Angka. Diakses 19 Maret 2017. Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Harga Produksi pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat. Diakses pada 03 Agustus 2017. Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Baye, M. 2010. Managerial Economics and Business Strategy. Seventh Edition. McGraw-Hill Irwin Singapura. Case, Fair, and Oster, 2012. Principles of Economics Tenth Edition. Prentice Hall New York. Dahl, Hammond. 1977. Market and Price Analysis. New York MC. Graw Hill. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2014. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2014. Jaya, 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Kementrian Pertanian. Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2015-2019. Limbong, Sitorus, P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pindyct and Rubinfield. 2009. Microeconomics. Fifth Edition. Prentice Hall New York. Nuhfil, K. 2009. Struktur Pasar. Diakses Pada 17 Agustus 2017. Profil Desa Undrus Binangun. 2017. Wahyuningsih. 2013. Sistem Pemasaran Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Bogor. ... Hasil perhitungan MES 473 lebih besar dari 10 persen, dalam hal ini berarti bahwa terdapat hambatan yang tinggi dalam kegiatan keluar masuk pasar sapi di Desa Blaban. Apabila hambatan tinggi maka tingkat persaingan juga tinggi dan kondisi pasar kurang efisien Nahraeni et al., 2019. Hal ini menyatakan bahwa terdapat hambatan yang tinggi untuk pesaing baru yang masuk pasar sapi di Desa Blaban. ...... Produksi garam yang tidak menentu yang dipengaruhi oleh cuaca dan harga garam yang berfluktuasi mengakibatkan petani kurang sejahtera. Menurut Nahraeni et al 2019, kurangnya informasi pasar juga membuat posisi tawar petani sangat rendah sehingga petani hanya berperan sebagai penerima harga price taker. ...Ida Ayu Maharani Gusti Ayu Agung Lies Anggreni Listia Dewip>Garam merupakan komoditi yang sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Desa Les merupakan desa penghasil garam tradisional di Kabupaten Buleleng. Keadaan geografis Desa Les yang dekat dengan pantai menjadi salah satu faktor pendorong bagi masyarakat sekitar untuk melakukan usaha produksi garam. Aspek tataniaga merupakan hal penting dalam mendukung peningkatan pendapatan petani garam. Panjang pendeknya saluran tataniaga mempengaruhi banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dan besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran tataniaga garam, struktur pasar, perilaku pasar garam, dan efisiensi tataniaga garam. Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Responden penelitian berjumlah 20 orang, terdiri dari 10 orang petani dan 10 orang lembaga tataniaga. Penentuan responden petani menggunakan metode Simple Random Sampling sedangkan penentuan jumlah responden lembaga tataniaga menggunakan teknik Snowball Sampling. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat empat saluran tataniaga yang terlibat. Struktur pasar garam mengacu pada struktur pasar oligopoli. Saluran tataniaga tingkat 0 merupakan saluran terpendek dan paling efisien dengan margin tataniaga sebesar Rp. 0/kg dan farmerâs share sebesar 100% hal ini disebabkan karna tidak adanya lembaga tataniaga yang terlibat. Rasio keuntungan dan biaya terbesar ada pada saluran 2 yaitu sebesar 1,8.20 spesies tanaman. Hasil survey dan wawancara disusun dalam tabel berdasarkan susunan alfabet nama famili tanaman. Inventarisasi detailnya meliputi nama ilmiah, nama lokal, famili tanaman, bentuk tumbuh tanaman dan bagian tanaman yang dijual. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Tabel 3. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 57 Tabel 3. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri Bagian sayuran yang dijual Crassophecephalum crepidiodes Sechium edule Jacq. Swartz Luffa acutangula L. Roxb. Arcypteris irregularis C. Presl Ching Psophocarpus tetragonolobus Jurnal Biodjati, 2 1 2017 58 Penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman. Dokumentasi keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Gambar 2. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 59 Gambar 2. Dokumentasi keanekaragaman sayuran lokal di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Sayuran Lokal Berdasarkan Daur Hidup Tanaman Berdasarkan daur hidup tanaman, 61% dari tanaman yang ditemui pada penelitian termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Gambar 3. Diagram persentase daur hidup sayuran lokal Asal Sayuran Lokal yang Diperjualbelikan Diantara sayuran lokal yang diperjualbelikan didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam. Sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Gambar 4. Diagram persentase pembudidayaan sayuran lokal Bagian Tanaman yang Dijual Masyarakat daerah tersebut mengkonsumsi sayuran lokal dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran yang paling sering dijual berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual PEMBAHASAN Eksplorasi intensif dengan tujuan untuk pengumpulan informasi dan pendokumentasian sayuran lokal telah dilakukan selama 2 bulan dari Februari-Maret 2017 di 15 pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Informasi dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur menggunakan kuisioner. Responden penelitian terdiri dari 40 informan 87,5% responden merupakan penduduk asli daerah tersebut, dan sisanya sebanyak 12,5% merupakan pendatang. Responden pada penelitian ini mayoritas 61% 39% TanamanSemusimTanamanTahunan61% 18% 21% DibudidayakanDipungut darialamDibudidayakandan dipungutdari alam5% 25% 22% 36% 6% 6% BungaBuahBatangDaunBijiPolong Jurnal Biodjati, 2 1 2017 60 adalah penduduk asli daerah tersebut. Dengan harapan penduduk asli lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang sayuran lokal daerah tersebut. Responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang dan perempuan sebanyak 34 orang. Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan 85% dari total. Hal ini menjadi penting, karena perempuan lebih mempunyai ketertarikan pada sayuran lokal. Semua responden sudah berkeluarga, berusia antara antara 32 dan 81 tahun, yang didominasi oleh responden yang berusia 41-60 tahun 57,5%. Dengan tingkat pendidikan terakhir dari responden yaitu 45% menempuh Sekolah Dasar SD dan 22, 5% menempuh Sekolah Menengah Akhir SMA, juga ditemukan masih terdapat 10% dari responden yang tidak menempuh pendidikan formal Tabel 2. Hubungan antara tanaman dan manusia sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan, dapat dikatakan hubungan antara keduanya sebagai ketergantungan. Keanekaragaman tanaman menunjukkan kekayaan ekonomi dari suatu daerah. Pemanfaatan dan kegunaan dari tanaman tersebut berhubungan dengan arti penting tanaman di daerah tersebut Arshad et al., 2014; Amjad dan Arsyad, 2014. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa masyarakat dari daerah penelitian tidak bergantung pada sayuran lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Beberapa sayuran lokal sulit untuk ditemui di sebagian besar pasar. Walaupun beberapa pasar memiliki keanekaragaman sayuran lokal yang tinggi, sebagai contohnya pasar tradisional Wates, yang terletak di daerah Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang, didapatkan bahwa daerah tumbuh sayuran lokal berasal dari pedesaan. Di desa, sayuran tersebut lebih mudah ditemukan dan bernilai ekonomis rendah. Karena nilai ekonomis yang rendah, sayuran tersebut kurang mendapat perhatian. Adapun pedagang yang memperjualbelikan sayuran lokal di perkotaan mengharapkan adanya nilai tambah ekonomi pada sayuran tersebut, dibandingkan ketika dijual di desa. Pola konsumsi masyarakat perkotaan sekarang yang lebih menyukai sayuran kultivasi seperti kol, wortel dan lain-lain, membuat sayuran lokal terpinggirkan. Adapun keterbatasan lahan di daerah perkotaan menjadikan sayuran tersebut terbatas tempat tumbuhnya. Sehingga jarang ditemui sayuran lokal yang dibudidayakan di daerah perkotaan. Hasil penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman, sayuran tersebut dimanfaatkan sebagai pendamping makanan utama. Sayuran lokal dari hasil penelitian ini dapat mencerminkan besarnya keanekaragaman flora Kabupaten dan Kota Kediri. Keanekaragaman jenis sayuran lokal yang diperjualbelikan tergolong tinggi. Pasokan sayuran cenderung stabil dikarenakan sebagian besar sayuran lokal sudah dibudidayakan petani. Sebagian sayuran masih bergantung dengan kondisi curah hujan. Sehingga ada beberapa sayuran yang lebih mudah ditemui pada saat musim penghujan dibandingkan pada musim kemarau. Dari data frekuensi sitasi dapat terlihat bahwa sayuran lokal yang paling banyak diperjualbelikan adalah kenikir 24, kacang panjang 24, kangkung 23 dan kemangi 16. Sedangkan sayuran yang dijumpai paling sedikit diperjualbelikan adalah kucai 1, selada air 1, nangka 1 dan terung pokak 1. Jenis sayuran yang khas yang ditemui pada penelitian ini adalah sintrong dan sembukan. Kedua sayuran yang khas tersebut biasanya dikelompokkan pada tanaman gulma gulma adalah tanaman tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman. Ternyata di daerah Kabupaten Kediri, tanaman tersebut termasuk sayuran yang biasa dikonsumsi dan dapat memberikan manfaat pada kesehatan. Langkah selanjutnya perlu dilakukan investigasi pada pemanfaatan sayuran dan kandungan komponen fitokimia tanaman Jurnal Biodjati, 2 1 2017 61 tersebut. 61% dari tanaman yang ditemui pada saat survey termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Diantara sayuran tersebut didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Sebagian besar tanaman dapat ditemukan dengan mudah di sekitar rumah, menunjukkan bahwa daerah penelitian kaya dalam biodiversitasnya. Pembudidayaan sayuran lokal bukan hanya bertujuan sebagai konservasi tanaman, tapi juga menjadikan sayuran tersebut lebih mudah untuk dikumpulkan. Sebagai tambahan, pada umumnya tanaman yang dibudidayakan dipekarangan rumah adalah tanaman yang sering digunakan oleh penduduk daerah tersebut Zheng dan Xing, 2009. Masyarakat setempat mengkonsumsi sayuran tersebut dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran lokal yang paling sering dimanfaatkan berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu organ tanaman di satu macam spesies tanaman, seperti daun dan batang, dikonsumsi sebagai sayuran. Hasil penelitian kami ini sejalan dengan beberapa survey yang menunjukkan bahwa daun adalah bagian sayuran yang sering dikonsumsi Susanti, 2015; Chotimah et al., 2013. Daun juga merupakan bagian yang paling dominan digunakan dibandingkan lainnya, karena bagian tanaman ini lebih mudah dikumpulkan dibandingkan bagian tanaman lain, buah dan bunga dan lain-lain Giday et al., 2009. Dan dalam pandangan ilmiah, daun merupakan tempat fotosintesis dan tempat produksi dari metabolit sekunder Ghorbani, 2005. Selain itu, alasan penting lainnya bahwa mengkonsumsi daun merupakan upaya untuk mengkonservasi tanaman, semisalnya kita mengunakan bagian akar akan menyebabkan tanaman tersebut mati dan menempatkan spesies tanaman tersebut dalam kondisi terancam kepunahan Kadir et al., 2012. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan kajian ekosistem dimana tanaman tersebut tumbuh berkembang secara alami. Kajian mengenai karakteristik tumbuh tanaman pada habitat alami, pH, komposisi media tanam, dan unsur hara harus dilakukan terlebih dahulu sebelum penanaman dilakukan. Kajian tersebut akan mempengaruhi teknologi budidaya yang digunakan dan modifikasi lingkungan tumbuh. Kemungkinan tanaman sayuran lokal menjadi gulma atau tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman juga harus mendapat perhatian khusus dalam rangka menciptakan lingkungan budidaya yang sehat. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan aspek agribisnis agar dapat menambah nilai jual, jumlahnya sesuai permintaan pasar, dan pasokannya stabil. Harga jual di pasar dari semua sayuran lokal yang ditemukan berkisar di bawah Harga sayuran lokal tertinggi adalah komoditas kemangi Rp. Keberadaan sayuran lokal di pasar dengan harga yang relatif rendah dibandingkan sayuran kultivasi menunjukkan bahwa sayuran lokal dapat digolongkan sebagai sayuran minor. Informasi tentang pemanfaatan sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur, untuk pertama kalinya telah dikumpulkan dan didokumentasikan melalui penelitian ini. Penelitian kami menunjukkan bahwa sebagian besar sayuran lokal adalah pelengkap makanan utama untuk masyarakat di Kabupaten dan Kota Kediri. Hasil dari penelitian merepresentasikan informasi tentang Jurnal Biodjati, 2 1 2017 62 sayuran lokal, yang dapat berkontribusi memelihara kearifan lokal dan diharapkan dapat menarik minat generasi muda dalam pemanfaatan sayuran lokal. Hasil penelitian telah mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Penelitian juga diharapkan dapat menciptakan kepedulian antara masyarakat daerah Kabupaten dan Kota Kediri tentang arti penting dari sayuran lokal dan upaya konservasinya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada KEMENRISTEKDIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi -Universitas Brawijaya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Amalia Azizah Ally selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Abrori, M. 2016. Keanekaragaman tumbuhan bawah di Cagar Alam Manggis Gadungan Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri. Skripsi, Universitas Islam Negeri, Malang. Amjad, M. S., & Arshad, M. 2014. Ethnobotanical inventory and medicinal uses of some important woody plant species of Kotli, Azad Kashmir, Pakistan. Asian Pac. J. Trop. Biomed 4, 12, 952-958. Arshad M., Ahmed M., Ahmed E. Saboor A., Abbas A., & Sadiq, S. 2014. An ethnobotanical study in Kala Chitta Hills of Pothwar Region. Pakistan Multinomial logit specification. J. Ethnobiol Erhnomed, 10, 13. Becker, K., Afuang W., & Siddhuraju, P. 2003. Comparative nutritional evaluation of raw, methanol extracted residues and methanol extracs of moringa Moringa oleifera Lam. leaves on growth performance and feed utilization in Nile Tilapia Oreochromis niloticus L.. Aquaculture Research 34, 13, 1147-1159. Caton, B. P., Mortimer, M., Hill, & Johnson, D. E. 2010. A practical field guide to weeds of rice in Asia. Philippines International Rice Research Institute Chotimah, H. E. N. C., Kresnatita, S. & Miranda, Y. 2011. Studi etnobotani sayuran indigenous lokal Kalimantan Tengah. Jurnal Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Solo. FAOSTAT. 2007. Food agriculture organization corporate statiscal database FAOSTAT on-line, United Nation Food and Agriculture Organization, Rome. Retrieved from. Ghorbani, A. 2005. Studies on pharmaceutical ethobotany in region of Turkmen Sahra, North of Iran Part 1 General Results. J. Ethnopharmacol, 102, 58-68. Giday, M., Astaw Z., & Woldu Z. 2009. Medicinal plants of the Meinit ethnic group of Ethiophia an ethnobotanical study. J. Ethnopharmacol, 124, 513-521. Grubben, G. J. H., Siemonsma, & Kasem, P. 1994. Introduction to plant resources of South-East Asia 8 vegetables. Bogor PROSEA Foundation. Kadir, M. F., Bin Sayeed, M. S., & Mia, M. M. K. 2012. Ethnopharmacological survey of medicinal plants used by indigenous and tribal people in Rangamati, Bangladesh. J. Ethnopharmacol, 144, 627-637. Madalla, N., Agbo, & Jauncey, K. 2013. Evaluation of aqueous extracted moringa leaf meal as a protein source for Jurnal Biodjati, 2 1 2017 63 Nile Tilapia Juveniles. Tanzania Journal of Agricultura Science, 12, 1, 53-64. Marsh, R. 1998. Building on traditional gardening to improve household food security. Food Nutr Agric., 22, 4-14. Naidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India Jabalpur. Pugalenthi, M., Vadivel, V., & Siddhuraju, P. 2005. Alternative food/feed perspectives of an underutilized legume Mucuna pruriens Var. Utilis â a review. Plants Foods for Human Nutrition, 60, 201-218. Kuantan Singing. Jurnal Ekonomi, 17, 2,51-63. Sari, D. & Santoso, 2016. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembangan Kabupaten Kediri. Jurnal Teknik, 5, 1, 64- Susanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraaâah, 40, WCMC. 1992. Global biodiversity status of the earthâ living resources â world conservation monitoring centre. New York Chapman and Hall. Zheng, X., & Xing, F. 2009. Ethnobotanical study on medicinal plants around Mt. Yinggeling, Hainan Island, China. J. Ethnopharmacol, 124, 197-210. ... Kajian etnobotani yang membahas mengenai peran pasar tradisional, berdasarkan survei Martinez dikutip Hakim 2014, menjadi kategori kajian etnobotani yang paling sedikit dilakukan. Beberapa studi mengenai hal itu, diantaranya studi Yurlisa et al. 2017 yang mendokumentasikan ragam sayuran lokal di pasar tradisional. Pada studi itu, peneliti menemukan bahwa pasar merupakan tempat yang tepat untuk mendapat berbagai informasi terkait jenis sayuran yang diperjualbelikan. ...... Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis tanaman rempah yang diperjualbelikan di pasar Warungkondang. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman tanaman bumbu rempah yang dijual di Pasar Warungkondang tergolong tinggi karena melebihi 20 spesies tanaman Yurlisa et al., 2017. Jenis tanaman yang paling banyak diperdagangkan berasal dari famili Zingiberaceae cikur, honje, jahe, koneng dan laja dan Alliaceae bawang-bawangan. ...... Banyak spesies yang dapat kita amati bahkan kita pelajari dipasar, salah satunya adalah ikan. Begitu pula menurut Yurlisa et al., 2017, besarnya keanekaragaman flora yang diperjualbelikan di pasar tergolong tinggi. ...Poppy Antika SariKasrina KasrinaAbas Abas Anggita Dwi OktavianiThis study aims to inventory and classify fish diversity in the Bengkulu traditional market. The research method used is descriptive qualitative. The data obtained were tabulated and analyzed descriptively, then a literature study was conducted for identification. Sample collection was carried out using the exploration method by tracking every trader selling fish in the market. The results showed that there were 55 fish species belonging to 43 genera, 31 families and 9 orders. In conclusion, the order Perciformes with the family Carangidae and the Genus Lutjanus is the most common group of fish found in the Bengkulu traditional market. Keywords Pocket Book, Sea Fish, Traditional Market, Learning Resources... Diversity and availability of goods in traditional markets are high Ela et al. 2016, in the forms of dry food, wet food products, and industrial products. In traditional markets, there are also agricultural commodities such as staple food, including rice Yurlisa et al. 2017. Traditional markets have various local potentials that are used by residents to market agricultural products, namely vegetables and plantation crops Kharisma 2014. ...Deanova AK, Pristiawati CM, Aprilia D, Solikah I, Nurcahyati M, Liza N, Partasasmita R, Setyawan AD. 2021. Title. Biodiversitas 22 4095-4105. Market is one of the most important economic sectors in a country. One type of market is a traditional market that is synonymous with squalid, overcrowded and slum conditions. However, traditional markets provide essential commodities that are relatively cheaper and fresher than modern markets. The purpose of this research was to record the diversity of species and varieties of edible plants traded in Ir. Soekarno Market, a traditional market in Sukoharjo District. Plant commodities observed were vegetables, spices, fruits, and staples sold by the sellers in this market. The method used in this research was qualitative based on the ethnobotany approach. Meanwhile, to collect primary data, several field techniques were used, namely direct observation such as market commodity surveys, trader observations, and trader interviews. The direct survey results showed that the edible plant commodities consisted of 105 plant species representing 28 families. The variations found included 9 types of rice, 4 types of onions, 7 types of bananas, and 9 types of beans. The decline in the number of traded commodities and the lack of visitors was due to the increase in COVID-19 cases in Sukoharjo and disputes between traders and local government. Thus until recently, Ir. Soekarno Market, which was originally the main market full of visitors, became a market that was empty of visitors and traders.... In the scientific view, leaves are the site of photosynthesis and the place of production of secondary metabolites. Besides that, consuming leaves is an effort to conserve plants, if consuming part of the root will cause the plant die, so that, the plant species can be threatened with extinction Yurlisa et al., 2017. Parts of the plant are used as vegetables, food seasonings, food coloring, and medicine. ...Hanin Niswatul FauziahWidya Retno PutriRiya MayangsariBagus Sapto RaharjoSince Covid-19 pandemic government requires all educational institution to apply online learning. Therefore, they must be able to use local potential as a learning source as much as possible. One of the local potentials used as a learning source is implementing an inventory of family foodstuffs. This research aimed to determine the type of foodstuff consumed by the biology college studentâs families in the Covid-19 pandemic and how to integrate it into the biology learning of biodiversity concept. Data were collected by observing the foodstuffs of 28 biology college studentsâs families. Every college student recorded the food consumed by his family for two weeks. The data were foodstuffs name, part of foodstuffs consumed and its benefits. Consumed foodstuffs will be sampled, photographed, and identified up to the family level. Foodstuff for every college studentâs family were tabulated into Microsoft Excel and collected into class data and then analyzed descriptively. Results showed there were 2 types of foodstuffs consumed by the biology studentâs families namely vegetable and animal foodstuff. The most consumed vegetables during the Covid-19 pandemic came from Fabaceae of 15 species and the most consumed animal came from Bovidae of 2 species. Inventory of family foodstuffs during Covid-19 pandemic can be used as a biology learning source of biodiversity. After knowing the taxa of each foodstuff, college students ccould categorize the level of biodiversity. Integrating the environment as a learning source make learning more applicable, varied, interesting, and easier for college students to understand the material being studied.... If the lalapan consumed are not available in rice fields, gardens, yards or forests, then people buy it at a stall. Yurlisa et al. stated that 61% of local vegetables in the traditional market that can be used as lalapan have been The most widely used plant parts are leaf buds of four species, leaves of 32 species, fruit of 16 species and rhizomes, tubers and flowers from one species each,Fig. ... Tri CahyantoAteng SupriyatnaMarâatus SholikhaDeasy RahmawatiPlants are used by most of the Sundanese ethnic community as food products, these are known as lalapan known as fresh vegetables. Lalapan includes parts of the plant such as roots, stems, leaves, fruits, flowers, seeds or other parts that are consumed raw, boiled or steamed without any additional seasoning, or used as flavor enhancers to complement foods like rice, and usually eaten with sambal Chili Sauce. Information on the types of plants used as lalapan are still limited and tend not to be inherited by the next generation. The purpose of this study was to investigate the types and parts of plants used as lalapan. This research applied an explorative survey method with observations and interview techniques conducted from June to October 2017. The sample of this research was 400 respondents obtained from 35 villages in eight selected subdistricts from among 253 villages and 30 districts in Subang Regency, West Java Province, which were randomly determined by a two stage cluster sampling technique. The obtained data were analyzed descriptively. Results of the research showed that there were 50 species of plants discovered, grouped into 19 families, used as lalapan. The most widely used plant family was Asteraceae, with nine species. Parts of plants mostly used as lalapan were leaves, fruits, shoots, stems, flowers, rhizomes and tubers. The leaf is most widely used as a fresh Setya PutraAhmad RidwanSigit Winarto Agata IwanThe increasing number of tourist attractions and airport construction in the city of Kediri will impact the rising number of visitors from outside the city. The availability of adequate accommodation to accommodate the number of visitors who will come to the town of Kediri is essential. Kediri City Guest House Building is one of the solutions to the problem of availability of accommodation in the City of Kediri going forward. Calculations carried out in this study regarding the structure of the 6-story Guest House building design using software. The results of the standard frame elements in the structure column model with the appropriate dimensions and materials included in the plan drawing. The column section frame has dimensions 600x600 cm and diameter 600 cm. The wall load value is distributed to all frames holding the wall in the form of a uniform load of 250 kg/m2 as planned, the height of the stairs is 2 m, and the length is flat is m. Thus, the calculation results obtained the number of stomps of 10 pcs and the number of climbs of 10 pcs with a width of 61cm stairs, aantrade horizontal 25 cm, and optrade up 20 cm. Bertambahnya jumlah tempat Wisata dan pembangunan Bandara di Kota Kediri akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengunjung dari luar Kota. Ketersediaan akomodasi yang mencukupi untuk menampung jumlah pengunjung yang akan datang ke Kota Kediri sangat diperlukan. Gedung Guest House Kota Kediri menjadi salah satu solusi pada permasalahan ketersediaan akomodasi kedepannya. perhitungan yang dilakukan Pada penelitian ini mengenai perencanaan struktur bangunan Guest House 6 lantai dengan menggunakan software Hasil elemen frame biasa pada model kolom struktur dengan dimensi dan material yang sesuai telah dicantumkan dalam gambar rencana. Frame section kolom tersebut berdimensi 600 x 600 Cm dan diameter 600 Cm. Nilai beban dinding didistribusikan ke seluruh frame yang menahan dinding dalam bentuk beban merata uniform load sebesar 250 kg/m2 seperti rencana tinggi tangga adalah 2 m dan panjang datar adalah 2,5 m. Secara perhitungan diperoleh hasil jumlah injakan 10 bh dan jumlah tanjakan 10 bh dengan lebar tangga 61cm, aantrade mendatar 25 cm, dan optrade naik 20 cm. Firmansyah SaputraP SurjowardojoIrdafThe purpose of the study is to observe the status of morning temperature and humidity of the dairy cowsâ living environment. The collected data were temperature and humidity measured with dry and wet bulb thermometers. These primary data were processed using THI equation which was specific for dairy cow and classified into six classes based on THI index 1 comfort; 2 mild discomfort; 3 discomfort; 4 alert; 5 danger; and also 6 emergency. The data then analyzed and explained using descriptive analysis. As a result, the environmentâs temperature and humidity were not suitable for the dairy cows. Out ofthirty-one observation days, dairy cow suffered 24 times discomfort, six times alert, and twice mild discomfort. The lowest temperature was 22 â° C while the highest was 26 â° C. Meanwhile, the minimum humidity value 80% and maximum of 95%. It can be concluded that morning temperature and humidity in the study area were not suitable for the dairy paper constitutes an important ethnobiological survey in the context of utilizing biological resources by residents of Kala Chitta hills of Pothwar region, Pakistan. The fundamental aim of this research endeavour was to catalogue and analyse the indigenous knowledge of native community about plants and animals. The study is distinctive in the sense to explore both ethnobotanical and ethnozoological aspects of indigenous culture, and exhibits novelty, being based on empirical approach of Multinomial Logit Specifications MLS for examining ethnobotanical and ethnozoological uses of specific plants and animals. To document the ethnobiological knowledge, the survey was conducted during 2011-12 by employing a semi-structured questionnaire and thus 54 informants were interviewed. Plant and animal specimens were collected, photographed and properly identified. Distribution of plants and animals were explored by descriptive and graphical examination. MLS were further incorporated to identify the probability of occurrence of diversified utilization of plants and animals in multipurpose domains. Traditional uses of 91 plant and 65 animal species were reported. Data analysis revealed more medicinal use of plants and animals than all other use categories. MLS findings are also in line with these proportional configurations. They reveal that medicinal and food consumption of underground and perennial plants was more as compared to aerial and annual categories of plants. Likewise, medicinal utilization of wild animals and domestic animals were more commonly observed as food items. However, invertebrates are more in the domain of medicinal and food utilization. Also carnivores are fairly common in the use of medicine while herbivores are in the category of food consumption. This study empirically scans a good chunk of ethnobiological knowledge and depicts its strong connection with indigenous traditions. It is important to make local residents beware of conservation status of species and authentication of this knowledge needs to be done in near future. Moreover, Statistically significant findings impart novelty in the existing literature in the field of ethnobiology. Future conservation, phytochemical and pharmacological studies are recommended on these identified plants and animals in order to use them in a more sustainable and effective way. Mohammad Fahim KadirMuhammad Shahdaat Bin SayeedM M K MiaEthnopharmacological relevance There is very limited information regarding plants used by traditional healers in Rangamati, Bangladesh, for treating general ailments. Current study provides significant ethnopharmacological information, both qualitative and quantitative on medical plants in Rangamati. Aim of the study This study aimed to collect, analyze and evaluate the rich ethnopharmacologic knowledge on medicinal plants in Rangamati and attempted to identify the important species used in traditional medicine. Further analysis was done by comparison of the traditional medicinal use with the available scientific literature data. Materials and methods The field survey was carried out in a period of about one year in Rangamati, Bangladesh. A total of 152 people were interviewed, including Traditional Health Practitioners THPs and indigenous people through open-ended and semistructured questionnaire. The collected data were analyzed qualitatively and quantitatively. This ethnomedicinal knowledge was compared against the literature for reports of related uses and studies of phytochemical compounds responsible for respective ailments. Results A total of 144 species of plants, mostly trees, belonging to 52 families were identified for the treatment of more than 90 types of ailments. These ailments were categorized into 25 categories. Leaves were the most frequently used plant parts and decoction is the mode of preparation of major portions of the plant species. The most common mode of administration was oral ingestion and topical application. Informant consensus factor Fic values of the present study reflected the high agreement in the use of plants in the treatment of gastro-intestinal complaints and respiratory problems among the informants. Gastro-intestinal complaint had highest use-reports and 3 species of plants, namely Aegle marmelos L. Corr., Ananas comosus L. Merr., and Terminalia chebula Gaertn. Retz., had the highest fidelity level FL of 100%. Asparagus racemosus Willd. and Azadirachta indica A. Juss. showed the highest relative importance RI value of According to use value UV the most important species were Azadirachta indica A. Juss. and Ocimum sanctum L. Conclusion As a result of the present study, we recommend giving priority for further phytochemical investigation to plants that scored highest FL, Fic, UV or RI values, as such values could be considered as good indicator of prospective plants for discovering new drugs. Also counseling of THPs should be taken into consideration in order to smooth continuation and extension of traditional medical knowledge and practice for ensuring safe and effective AfuangP. SiddhurajuK. BeckerThe suitability of raw and methanol-extracted moringa Moringa oleifera Lam. leaf meal to replace 10%, 20% and 30% of the total fishmeal-based dietary protein in tilapia feeds was tested. Ten isonitrogenous and isocalorific feeds 35% crude protein and 20 MJ kgâ1 gross energy, denoted as diets 1 fishmeal-based control, 2, 3, 4 containing 13%, 27% and 40% raw moringa leaf meal, 5, 6, 7 containing 11%, 22% and 33% methanol-extracted moringa leaf meal, and 8, 9, 10 containing methanol-soluble extracts of the raw moringa leaf meal at the same level as would have been present in diets 2, 3, 4 were prepared. Forty tilapia g, kept individually, were fed the experimental diets four fish per treatment at the rate of 15 g feed per kg metabolic body weight per day. A reduction in the growth performance was observed with an increasing level of raw moringa leaf meal diets 2â4, whereas inclusion of methanol-extracted leaf meal diets 5â7 had no significant P< effect on the growth performance compared with the control diet 1. The growth performance of fish fed diets 8â10 containing methanol extracts of the moringa leaf meal were also similar to the control. The chemical composition values of the gained weight showed that lipid accretion decreased with increased inclusion of moringa leaves, and ash content increased. Dietary moringa methanol extracts reduced protein accretion, but had no effects on lipid and ash contents compared with the control. The inclusion of raw, methanol-extracted residues and methanol extracts of the moringa leaf meal diets 3 and 4, 5, 6 and 7, and 8 respectively reduced the plasma cholesterol content significantly. Similarly, a significant reduction in muscle cholesterol was observed in fish fed the diets 4, 8, 9 and 10. It was concluded that the solvent-extracted moringa leaf meal could replace about 30% of fishmeal from Nile tilapia main objectives were to collect information on the use of medicinal plants and compare medicinal plant traditions between Run and Qi. Information was obtained from semi-structured interviews, personal conversation and guided fieldtrips with herbalists. 385 species belonging to 290 genera in 104 families were used for the treatment of various diseases. Rubiaceae 20 species, Euphorbiaceae and Compositae 19 species respectively were predominant families used by herbalists. The most species were used for injuries muscular-skeletal system disorders and infections/infestations The coefficient of similarity shown a high consensus of plant species used by Run and Qi. The 'informant agreement ratio' values for both Run and Qi are rather low less than Traditional medicinal plants still play an important role in medical practices of Li Ethnic Group around There is a close relationship of medicinal plant traditions between Run and Qi. Further investigation is necessary to record this valuable knowledge before its Pugalenthi V. VadivelP. SiddhurajuMucuna pruriens var. utilis, an underutilized tropical legume has a nutritional quality comparable to soya beans and other conventional legumes as it contains similar proportions of protein, lipid, minerals, and other nutrients. The beans have been traditionally used as a food in a number of countries, viz., India, Philippines, Nigeria, Ghana, Brazil, and Malawi. Recently, the velvet beans are exploited as a protein source in the diets of fish, poultry, pig, and cattle after subjected to appropriate processing methods. Although the velvet beans contain high levels of protein and carbohydrate, their utilization is limited due to the presence of a number of antinutritional/antiphysiological compounds, phenolics, tannins, L-Dopa, lectins, protease inhibitors, etc., which may reduce the nutrient utilization. Unfortunately, even though many researchers all over the world working on Mucuna, only scanty and conflicting information are available regarding its utilization as a food/feed and no scientific gathering to date has focused on the food/feed applications of Mucuna. Hence, the present review has been emphasized on the nutritional potential of this underutilized, nonconventional legume and current state of its utilization as food/feed for both human beings and livestock throughout the book on weed identification. directorate of weed science researchV S G R NaiduNaidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ahH SusantiSusanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ah, 40, 2, 140-144.
pasar sayuran di daerah pegunungan termasuk pasar